Senin, 19 Juli 2021

Laporan Hasil Bacaan, Senin, 19 Juli 2021

 Laporan Hasil Bacaan, Senin, 19 Juli 2021

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Halo teman-teman

Perkenalkan Nama saya Anis Hasanah, NIM 11811066,  kelas B, Semester 6, Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI), Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK), Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak.

Blog ini dibuat dan ditulis untuk pemenuhan tugas mingguan terkait laporan hasil bacaan pribadi pada mata kuliah Magang 2 yang diampu oleh Ibu Farninda Aditya, M. Pd.

Semoga Bermanfaat.

Pekan lalu saya udah menuliskan blog tentang media pembelajaran dan teknologi pendidikan, sub bahasan pekan lalu yakni sejarah singkat penggunaan media dalam pembelajaran, pengertian media dan teknologi serta perbedaannya, landasan teoritis penggunaan media dan teknologi dalam pembelajaran. Nah, kali ini saya akan melanjutkan pembahasan tentang Media Pembelajaran dan Teknologi Pendidikan.

Media Pembelajaran dan Teknologi Pendidikan

A.    Karakteristik Media Pendidikan

Gerlach dan El sebagaimana dikutip Arsyad (2011, hlm. 12-14) mengemukakan tiga ciri media yang merupakan petunjuk mengapa media digunakan apa-apa saja yang dapat dilakukan oleh media yang mungkin guru tidak mampu (atau kurang efisien) melakukannya.

1.      Ciri Fiksatif (Fixative Property)

Ciri ini menggambarkan kemampuan media merkam, menyimpan, melestarikan, dan merekontruksi suatu pristiwa atau objek dapaat di urut dan disusun kembali dengan media seperti fotografi, video tape, audio tape, disket computer dan filem.Suatu obejek yang telah di ambil gambarnya (direkam) dengan kamera atau video kamera dengan mudah dapat direproduksi dengan mudah kapan saja diperlukan. Dengan cirri fiksatif ini, media memungkinkan suatu rekaman kejadian atau obejek yang terjadi pada satu waktu tertentu ditransportasikan tana mengena waktu.

Ciri ini amat penting bagi guru karena kejadian-kejadian atau objek yang telah direkam atau disimpan dengan format media yang ada dapat digunakan setiap saat. Pristiwa yang kejadiannya yang sekali (hanya satu dekade atau satu abad) dapat di abadikan dan disusun kembali untuk keperluan pembelajaran. Prosedur laborstorium yang rumit dapat direkam dan di atur untuk kemudian direproduksi berapa kalipun pada saat diperlukan. Demikian pula kegiatan siswa dapat direkam untuk kemudian dianalisis dan dikritik oleh siswa sejawat baik secara perorangan maupun secara kelompok.

2.      Ciri Manipulatif (Manipulative Property)

Transformasi suatu kejadian atau objek dimungkinkan karena media memiliki ciri manipulatif. Kejadian yang memakan waktu berhari-hari dapat disajikan kepda siswa dalam waktu dua atau tiga menit dengan teknuk pengambilan gambar time lapse recording. Misalnya, bagaimana proses larva menjadi kepompong kemudian menjadi kupu-kupu dapat dipercepat dengan teknik rekaman fotografi tersebut. Disamping dapat dipercepat, suatu kejadian dapat pula diperlambat pada saat menayangkan kembali hasil suatu rekaman video. Misalnya, proses loncat galah atau reaksi kimia dapat diamatai melalui bantuan kemampuan manipulatif dari media. Demikian pula, suatu aksi gerakan dapat direkam dengan foto kamera untuk foto. Pda rekaman gambar hidup, (video, motion film) kejadian dapat diputar mundur. Media (rekaman video atau audio) dapat di edit sehingga guru hanya menampilkan bagian-bagian penting/ ulama dari ceramah, pidato, atau urutan suatu kejadian dengan memotong bagian-bagian yng tidak diperlukan. Kemampuan media dari ciri manipulatif memerlukan perhatian yang sungguh-sungguh, karena apabila terjadi kesalahan dalam pengaturan kembali urutan kejadian atau pemotongan bagian-bagian yang salah, maka akan terjadi pula kesalahan penafsirn yang tertentu saja akan membingungkan dan bahkan menyesatkan sehingga dapat mengubah sikap mereka ke arah yang tidak diinginkan.

Manipulasi kejadian atau objek dangan jalan mengedit hasil rekaman dapat menghemat waktu. Proses penanaman dan panen gandum, pengelolahan gandum menjadi tepung, dan penggunaan tepung untuk membuat roti dapat dipersingkat waktunya dalam suatau urutan rekaman video atau filem yang mampu menyajikan informasi yang cukup bagi siswa untuk mengetahui asal-usul dan proses dari penanaman bahan baku tepung hingga menjadi roti.

3.      Ciri Distributif (Distributive Property)

Ciri distributif dari media memungkinkan suatu objek atau kejadian ditransportasikan melalui ruang, dan secara bersamaan kejadian tersebut disajikan kepada sejumlah besar siswa dangan stimulus pengalaman yang relatif sama mengenai kejadian itu. Dewasa ini, distribusi media tidak hanya terbatas pada satu kelas atau beberapa kelas pada sekolah-sekolah didalam suatu wilayah tertentu, tetapi juga media itu misaknya rekaman video, audio, disket komputerdapat disebar keseluruh penjuru tempat yang di inginkan kapan saja.

Sekali informasi direkam dalam format media apa saja, ia dapat diproduksi seberapa kalipun dan dan siap digunakan secara bersamaan diberbagai tempat atau digunakan secara berulang-ulang di suatu tempat. Konsistensi informasi yng telah direkam akan terjamin sama atau hampir sama dengan aslinya.

Ciri-ciri umum batasan konsep tentang media antara lain[1]:

a.      Media pendidikan memiliki pengertian fisik yang dewasa ini dikenal sebagai hardware (perangkat keras), yaitu sesuatu yang dapat dilihat, didengar, atau diraba dengan panca indera. Hal inilah yang disebut dengan sarana dan peralatan untuk menyajikan/ membawa pesan.

b.      Media pendidikan memiliki pengertian non fisik yang dewasa ini dikenal sebagai software (perangkat lunak), yaitu kandungan pesan yang terdapat dalam perangkat keras yang merupakan isi yang ingin disampaikan kepada siswa berupa bahan ajar atau informasi belajar

c.       Penekanan media pendidikan terdapat pada visual dan audio.

d.     Media pendidikan memiliki pengertian alat bantu pada proses belajar baik di dalam maupun di luar kelas

e.      Media pendidikan digunakan dalam rangka komunikasi dan interaksi guru dan siswa dalam proses pembelajaran.

f.        Media pendidikan dapat digunakan secara massal (misalnya: radio, televisi), kelompok besar dan kelompok kecil (misalnya: film, slide, video, OHP) atau perorangan (misalnya: modul, komputer, radio tape/kaset, video recorder)

g.      Sikap, perbuatan, organisasi, strategi, dan manajemen yang berhubungan dengan penerapan suatu ilmu.

 

B.     Kategori Dasar Media yang Digunakan dalam Belajar

Terdapat setidaknya 6 kategori media yang biasa digunakan dalam pembelajaran[2]. Media yang paling umum adalah teks. Teks merupakan karakter alfanumerik yang mungkin ditampilkan dalam format apapun—buku, poster, papan tulis, layar komputer, dan sebagainya. Media lainnya adalah Audio. Audio mencakup apa saja yang dapat di dengar—suara orang, musik, suara mekanis, dan suara lainnya. Suara tersebut bisa langsung terdengar atau di rekam. Visual, visual rutin digunakan untuk memicu belajar. Visual meliputi diagram pada sebuah poster, gambar pada papan tulis dan gambar yang lainnya. Video, ini menampilkan gerakan, termasuk DVD, rekaman video, animasi komputer dan sebagainya. sekimpulan benda-benda yang sering kali tidak termasuk media adalah model dan benda sebenarnya. Perekayasa, bersifat tiga dimensi dan bisa disentuh dan dipegang oleh para siswa. Dan kategori keenam dari media adalah orang-orang, ini bisa berupa guru, siswa atau ahli bidang studi.

 

C.    Hakikat dan Tujuan Penggunaan Media dan Teknologi Pembelajaran

Media dan alat bantu pendidikan disusun berdasarkan prinsip bahwa pengetahuan yang ada pada setiap manusia diterima atau ditangkap melalui panca indera. Semakin banyak indera yang digunakan untuk menerima sesuatu (pelajaran) maka semakin banyak dan semakin jelas pula pengetahuan yang diperoleh. Dengan kata lain, alat peraga ini dimaksudkan utnuk mengerahkan indera sebanyak mungkin kepada suatu objek sehingga mempermudah persepsi (pemahaman).[3]

Secara sederhana, kehadiran media dalam suatu kegiatan pembelajaran memiliki nilai-nilai praktis sebagai berikut[4].

a.       Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki siswa.

b.      Media yang disajikan dapat melampaui batasan ruang kelas.

c.       Media pebelajaran memungkinkan adanya interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya

d.      Media yang disajikan dapat menghasilkan keseragaman pengamatan siswa

e.       Secara potensial, media yang disajikan secara tepat dapat menanamkan konsep dasar yang konkret, benar dan berpijak dalam realitas.

f.       Dengan menggunakan media pembelajaran diharapkan siswa dapat memperoleh berbagai pengalaman nyata sehingga materi pelajaran yang disampaikan dapat diserap dengan mudah dan lebih baik.

g.      Media pelajaran harus meningkatkan motivasi siswa dan keinginan untuk belajar. Penggunaan media harus merangsang siswa untuk mengingat apa yang sudah dipelajari selain memberi rangsangan baru.

h.      Media pembelajaran yang baik akan mengaktifkan siswa dalam memberikan tanggapan, umpan balik, dan juga mendorong mahasiswa untuk melakukan praktik-praktik dengan benar.

 

 

 

D.    Urgensi Penggunaan Media Pembelajaran

Berbagai penelitian mutakhir menunjukkan secara jelas bagaimana media mempegaruhi kognisi dan prestas belajar peserta didik. Terdapat hubungan signifikan antara penggunaan media dengan peningkatan hasil belajar. Kecenderungan peserta didik dalam menggunakan sosial media sangat tinggi khususnya dalam meningkatkan keterlibatan peserta didik, mendorong terbentuknya lingkungan belajar komunitas yang kolaboratif, dan mendorong terciptanya belajar dan mengajar secara aktif. Arsyad (2011: 12) menjabarkan empat alasan rasional mengapa media pembelajaran itu penting untuk digunakan dalam pembelajaran, yakni[5]:

1.      Meningkatkan Mutu Pembelajaran

Salah satu faktor penting dalam membangun kualitas pendidikan adalah kualitas tenaga pendidika dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran. Guru seharusnya memiliki keterampilan yang memadai untuk mendesain, mengembangkan, dan memanfaatkan media pembelajaran dalam upaya meningkatkan minat, perhatian dan motivasi belajar peserta didik. Dengan meningkatknya motivasi dan minat belajar, diharapka siswa dapat mencerna dan menerima pelajaran dengan mudah. Namu keterampilan guru di Indonesia pada umumnya masih rendah dan cenderung lebih senang menggunakan pendekatan yang berbasis pada guru dengan menerapkan metode ceramah daripada menggunakan pendekatan peserta didik dengan menerapkan aktivitas pembelajaran.

2.      Tuntutan Paradigma Baru.

Paradigma baru pendidikan mengharuskan tenaga pendidik berperan bukan hanya sekedar memindahkan pengetahuan kepada peserta didik atau sekedar memberi hafalan, melainkan juga harus menadi fasilitator, perancang pembelajaran, mediator, dan bahkan sebagai manajer dalam ruang kelas. Peserta didik diharapka bukan sekedar menghafal, mengerti dan menguasai isi pembelajaran, melainkan juga mampu menerapkan, menganalisis, mengevalusasi, dan bahkan menciptakan sesuatu yang dibutuhkan dalam dunia nyata.

Prinsip pembelajaran Merrill yang mencakup demonstrasi, aplikasi, prinsip berbasis pada tugas, aktivasi, dan integrasi perlu dijadikan pijakan untuk membangun pengetahuan yang sesuai dengan dunia nyata. Prinsip yang dimaksud mencangkup lima fase, yaitu (1) belajar difasilitasi bila peserta didik terlibat dalam strategi pembelajaran yang berpusat pada tugas. (2) belajar difasilitasi ketika pengetahuan diaktifkan sebagai dasr untuk mendapatkan pengetahuan baru, (3) belajar difasilitasi ketika pengetahuan baru didemonstrasikan pada peserta didik (4) belajar difasilitasi ketika pengetahuan baru diterapkan oleh peserta didik. (5) belajar difasilitasi ketika pengetahuan baru terintegrasi ke dalam dunia peserta didik. Artinya, media pembelajaran harus disesuiakan dengan tugas, sehingga mudah untuk diaktivasi, dilakukan, diintegrasikan, dan didemonstrasikan.

3.      Kebutuhan Pasar

Penggunaan media pembelajran harus sesuai dengan tuntutan dan kebuthan pasar agar llusan yang dihasilkan dapat mengikuti perkembagna zaman. Lembaga pendidikan seharusnya merancang media pembelajaran dengan mengkaji dan memahami perkembagna teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini. Sering terjadi, tenaga pendidik pada institusi pendidikan kalah cepat dengan derasnya arus kemajuan teknologi, akibatnya alumni yang dihasilkan tidak mampu berkompetisi dengan pasar kerja yang menyebabkan mereka lebih banya menganggur. Di sinilah pentingnya peserta dididk dibekali denga pembelajaran yang memanfaatkan aneka sumber belajar, alat peraga dan media pembelajaran mutakhir.

4.      Visi pendidikan Global.

Memasuki abad ke-21 sekarang ini, berbagai model pendidikan tradisional yang mengandalkan face to face memperlihatkan pergeseran yang hebat, di mana pendidikan jejaring (online) telah membawa dampak perubahan yang menantang. Lahirnya kecenderungan baru seperti bersekolah di rumah (home schooling), belajar mandiri (self-study) dan pendidikan jarak jauh (distant learning) telah menjadi kebanggaan tersendiri dan dipandang sebagai model pendidikan yang paling bergensi saat ini. Media Facebook, Twitter, Blog, Youtube, dan berbagai fasilitas permainan seolah menjadi tradisi baru dalam dunia anak-anak usia sekolah saat ini. Rumah yang berfungsi sebagai sekolah menjadi tren baru bagi kebanakan negara dan bahkan sudah terasa di beberapa kota di Indonesia.

Pembiayaan pendidikan seperti buku dan peralatan lain, pakaian seragam, biaya transportasi, biaya kursus atau les privat yang semakin tinggi serta politisasi pendidikan yang kurang berpihak pada masyarakat ditambah beban tugas seperti pekerjaan rumah, ujian lokal dan nasional, ketidakadilan penilaian dan berbagai permasalahan penddidkan lainnya membawa kejenuhan tersendiri bagi masyarakat. Di sisi lain, fasilitas internet seperti tumbuhnya warnet, cafe net dan bahkan RT-net telah memberi kemudahan tersendiri bagi semua kalangan. Di sini bersekolah di rumah (home schooling), belajar mandiri (self-study) dan pendidikan jarak jauh (distant learning) menjadi pilihan ang tepat bagi sebagian masyarakt saat ini. Di samping itu, kurikulum, materi ajar, dan ujian berstandar internasional yang didesain khusus bagi anak yang memilih bersekolah di rumah telah tersedia di berbagai situs internet dan bahkan untuk mendapatkan pengakuan internasional pun menjadi lebih mudah

Teknologi mutakhir harus dirancang sedemikian mudah bagi guru, pengetahuan dan keterampilan guru harus selalu ditingkatkan, dan berbagai fasilitas belajar dengan memanfaatkan sumber harus selalu tersedia untuk menghindari rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah. 

 



[1]Azhar Arsyad. Media Pembelajaran. (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007) hal 6

[2] Sharon E. Smaldino dan Deborah L. Lowther. Instructional Technology and Media for Learning: Teknologi Pembelajaran dan Meida untuk Belajar. Jakarta: Kencana, 2012) hal 7

[3] M. Rudi Sumiharsono dan Hasbiyatul Hasanah Media Pembelajaran. Jember: CV. Pustaka Abadi, 2018) hal 1

[4] Rusman. Manajemen Kurikulum. (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2012) hal 156


[5] Muhammad Yaumi. Media dan Teknologi Pembelajaran. (Jakarta: Prenada Media Group, 2018) hal 12-14

 

Senin, 12 Juli 2021

Laporan Hasil Bacaan, Senin, 12 Juli 2021

 Laporan Hasil Bacaan, Senin, 12 Juli 2021

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Halo teman-teman

Perkenalkan Nama saya Anis Hasanah, NIM 11811066,  kelas B, Semester 6, Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI), Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK), Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak.

Blog ini dibuat dan ditulis untuk pemenuhan tugas mingguan terkait laporan hasil bacaan pribadi pada mata kuliah Magang 2 yang diampu oleh Ibu Farninda Aditya, M. Pd.

Semoga Bermanfaat.

 Media Pembelajaran


A.    Sejarah Penggunaan Media

Istilah pertama yang berhubungan dengan teknologi pendidikan paada sekitar tahu 1920 an adalah “pengajaran visual” di mana kegiatan belajar dan mengajar menggunakan alat bantu visual yang terdiri atas gambar, model, objek, atau alat-alat yang dipakai untuk menyajikan pengalaman konkret dengan cara visualisasi. Pembelajaran menggunakan media visual berkembeng sedemikian maju hingga perlu menambahkan atau menginegrasikan suaru ke dalam visual, maka pada saat itu lahirlah konsep baru dengan menggunakan audiovisual dengan fokus utama mengembangkan pengetahuan peserta didik melaui indera mata dan telinga.

Sejak tahu 1942, banyak ilmuan melakukan eksperimen untuk menciptakan gerak dalam gambar yang merupakan cikal bakal lahirnya film, televisi dan video. Diawali oleh Peter Mark Roget yang mengembangkan gambar bergerak, Josep Plateau yang menemukan peralatan disket yang memutar-mutar yang disebut dengan phenakisticope, dan William Horner yang menemukan permainan roda kehidupan yang disebut zoetrope pada tahu 1950-an. Dalam perkembangan lebih lanjut, beberapa universitas di Amerika Serikat mulai memproduksi film pendidikan itu, salah satu yang paling aktif adalah University of Chicago yang telah berhasil mendonasi film yang dikenal dengan Ensiklopedia Film Britanica pada tahun 1951.

Kemajuan di bidang pembelajaran audiovisual telah mengundang perhatian banyak ilmuan teknologi pembelajaran untuk merumuskan definisi teknologi pembelajaran dalam mengembangkan arah dan perkembangan bidang ini sehingga berkontribusi positif dalam pembangunan bangsa dan pencerdasan kehidupan manusia.

 

B.     Pengertian Media Pembelajaran

Media adalah bentuk jamak dari prantara (medium), merupakan sarana komunikasi. Berasal dari bahasa Latin medium (antara), istilah ini merujuk kepada apa saja yang membawa informasi antara sebuah sumber dan sebuah penerima.

Media Pendidikan merupakan seperangkat alat bantu atau pelengkap yang digunakan oleh guru atau pendidik dalam rangka berkomunikasi dengan siswa atau peserta didik. Media pembelajaran adalah semua bentuk peralatan fisik yang didesain terencana untuk menyampaikan informasi dan membangun interaksi. Namun, media pembelajaran bukan hanya berupa alat, melainkan juga lingkungan ataupun kegiatan yang direncanakan/ diadakan secara sengaja guna menjadikan proses belajar berjalan secara efektif dan efisien.

Teknologi pendidikan adalah suatu proses kompleks yang terintegrasi meliputi manusia, prosedur, ide, peralatan dan organisasi untuk menganalisis semua aspek belajar serta merancang, melaksanakan, menilai dan mengelola pemecahan masalah tersebut. Teknologi pendidikan juga dapat diartikan sebagai pendekatan yang logis, sistematis, dan ilmiah dalam kegiatan pendidikan dan pengajaran.

sumber: fatkhan.web

Sebagaimana dikutip Yaumi (2018, hlm. 7) Gagne dan Briggs mengatakan bahwa sebenarnya media pembelajaran tidak memiliki makna yang standar. Kadang-kadang media merujuk kepada istilah-istilah seperti Sensory Mode, Channel of Communication, dan Type of Stimulus. Beberapa istilah yang berkenaan dengan media pembelajaran adalah sebagai berikut:

1.      Sensory Mode : alat indera yang didorang oleh pesan-pesan pembelajaran (mata, telinga, dan sebagainya).

2.      Channel of communication, alat indera yang diguanakan dalam suatu komunikasi (visual, auditori, alat peraba, kinsdtetik, alat penciuman, dan sebagainya)

3.      Type of stimulus peralatan tapi bukan mekanisme komunikasi, yaitu kata-kata lisan (suara atau rekaman), penyajian kata (yang ditulis dalam buku atu yag masih tertulis di papan tulis), gambar bergerak (video atau film)

4.      Media peralatan fisik komunikasi (buku, bahan cetak seperti modul, naskah yang diprogramkan, komputer, slide, film, video, dan sebagainya)

Perbedaan antara media dan teknologi pada hakikatnya, teknologi pendidikan adalah suatu pendekatan yang sistematis dan kritis tentang pendidikan. Teknologi pendidikan memandang mengajar dan belajar sebagai suatu masalah atau problema yang harus dihadapi secara rasional dan ilmiah. Sedangkan media mengacu pada segala sesuatu atau alat perantara yang berfungsi membawa atau menyampaikan informasi antara sumber informasi dan penerima informasi berupa tujuan pembelajaran.

A.    Landasan Teoritis Penggunaan Media Pembelajaran

Pemerolehan pengetahuan dan keterampilan, perubahan-perubahan sikap dan perilaku dapat terjadi karena interaksi antara pengalaman baru dengan pengalaman yang pernah dialami sebelumnya. Menurut Bruner dalam Azhar Arsyad (1997: 7) ada tiga tingkatan utama modus belajar, yaitu pengalaman langsung (enactive), pengalaman piktorial/ gambar (ironik), dan pengalaman abstrak (simbolic). Pengalaman lansung adalah mengerjakan, misalnya arti kata ’simpul’ dipahami dengan langsung membuat ‘simpul’. Pada tingkatan kedua yang diberi label iconic (artinya gambar atau image), kata ‘simpul’ dipelajari dari gambar, lukisan, foto, atau film. Meskipun siswa belum mengikat tali untuk membuat ‘simpul’ mereka dapat mempelajari dan memahaminya dari gambar, lukisan, foto, dan film. Selanjutnya pada tingkatan simbol, siswa membaca (atau mendengar) kata ‘simpul’ dan mencoba mencocokkannya dengan simpul pada image mental atau mencocokkannya dengan pengalamannya membuat ‘simpul’. Ketiga tingkat pengalaman ini saling berintraksi dalam upaya memperoleh ‘pengalaman’ (pengetahuan, keterampilan, atau sikap) yang baru.

Salah satu gambaran yang paling banyak dijadikan acuan sebagai landasan teori penggunaan media dalam proses belajar adalah Dale’s Cones of Experience (Kerucut Pengalaman Dale). Kerucut ini merupakan elaborasi yang rinci dari konsep tiga tingkatan pengalaman yang dikumukakan oleh Bruner sebagaimana diuraikan sebelumnya. Hasil belajar seseorang diperoleh mulai pengalaman langsung (konkret), kenyataan yang ada di lingkungan  kehidupan seseorang kemudian melalui benda tiruan, sampai kepada lambang verbal (abstrak). Semakin ke atas puncak kerucut semakin abstrak media penyampai pesan itu. Perlu dicatat bahwa urutan-urutan ini tidak berarti proses belajar dan interaksi belajar mengajar dari pengalaman langsung, tetapi dimulai dengan jenis pengalaman yang paling sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan kelompok siswa yang dihadapi dengan mempertimbangkan situasi belajarnya.

Dasar pengembangan kerucut di bawah bukanlah tingkat kesulitan, melainkan tingkat keabstrakan—jumlah jenis indera yant turut serta selama penerimaan isi pengajaran atau pesan, pengalaman langsung akan memeerikan kesan yang paling utuh dan paling bermakna mengenai informasi dan gagasan ang terkandung di dalam pengalaman itu, oleh karena ia melibatkan indera penglihatan, pendengaran, perasaan, penciuman dan peraba. Tingkat keabstrakan pesan semakin tinggi ketika pesan itu dituangkan ke dalam lambang-lambang seperti bagan, grafik atau kata. Jika pesan terkandung dalam lambang-lambang seperti itu, indera yang dilibatkan untuk menafsirkannya akan semakin terbatas, yakni indera penglihatan atau pendengaran.


Guru berupaya untuk menampilkan rangsangan (stimulus) yang dapat diproses dengan berbagai indera. Semakin banyak indera yang digunakan untuk menerima dan mengolah informasi semakin besar kemungkinan informasi tersebut dimengerti dan dapat dipertahankan dalam ingatan.

Referensi:

Azhar Arsyad. 2007. Media Pembelajaran. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada

Muhammad Yaumi. 2018. Media dan Teknologi Pembelajaran. Jakarta: Prenada Media Group

Smaldino, Sharon E. Lowther, Deborah L. 2012. Instructional Technology and Media for Learning: Teknologi Pembelajaran dan Meida untuk Belajar. Jakarta: Kencana


Senin, 05 Juli 2021

Laporan Hasil Bacaan, Senin, 5 Juli 2021

 

Laporan Hasil Bacaan, Senin, 5 Juli 2021

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Halo teman-teman

Perkenalkan Nama saya Anis Hasanah, NIM 11811066,  kelas B, Semester 6, Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI), Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK), Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak.

Blog ini dibuat dan ditulis untuk pemenuhan tugas mingguan terkait laporan hasil bacaan pribadi pada mata kuliah Magang 2 yang diampu oleh Ibu Farninda Aditya, M. Pd.

Semoga Bermanfaat.

Kurikulum Darurat

Pasti teman-teman bertanya-tanya tentang apa itu kurikulum darurat. Istilah ini pertama kali saya dengar setelah saya melaksanakan tugas mata kuliah magang 2 ini di salah satu sekolah menengah di Kubu raya. Seperti yang kita tahu bahwa, pandemi Covid-19 ini masih ada dan belum menunjukkan tanda-tanda penurunan, adapun sempat mengalami grafik penurunan tetapi disaat weekend atau hari libur grafik tersebut kian menaik. Hal ini menyebabkan banyak hal terjadi di setiap lini kehidupan termasuklah di dalamnya sektor pendidikan. Dengan terus meningkatnya kasus tersebut maka pemerintah menghimbau kepada masyarakat, pelajar, pekerja untuk belajar dari rumah tetap melaksanakan dan mematuhi protokol kesehatan di kesehariannyadengan ingat sealu 5M, (Memakai masker, Mencuci tangan, physical distancing (Menjaga jarak), Menjauhi kerumunan dan Membatasi Mobilitas. Maka dari itu hendaknya kita bersama-sama berjuang melawan pandemi Covid-19 dengan tetap mematuhi dan menjaga protokol kesehatan serta melakukan vaksinisasi.


Sistem pembelajaran di Sekolah pun beralih dari sistem pembelajaran luring (luar jaringan)/ offline menjadi pembelajaran daring (dalam jaringan)/ Online. Di dalam pembelajaran jarak jauh ini melalui daring tentu guru dan siswa mengalami yang namanya perubahan-perubahan yang tentunya membuat kita untuk lebih bersabar dan kuat dengan perubahan yang besar, perubahan yang baru awal kita sama-sama lakukan. Melanjutkan cerita diatas, Istilah ‘darurat ‘ ini sebenarnya dari penjelasan guru pamong kami yang kami  wawancarai kemarin tentang bagaimana sistem pembelajaran yang ada  di sekolah tersebut. Guru pamong kami pun menjelaskan bahwa perangkat pembelajaran yang merupakan salah satu aspek observasi kami pada tugas magang 2 ini di jelaskan oleh ibu, bahwa ada yang namanya RPP darurat. Tentu, ini menarik oleh kami mengenai istilah darurat tersebut, Ibu pun menunjukkan dokumen dari RPP darurat yang telah beliau rancang. Nah, karena itu kami pun mencari penjelasan lebih lanjut terkait RPP darurat ini melalui referensi-referensi yang ada di internet.

Sumber: Maxmanroe.com


Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menerbitkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 719/P/2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Kurikulum pada Satuan Pendidikan dalam Kondisi Khusus. Satuan pendidikan dalam kondisi khusus dapat menggunakan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan pembelajaran peserta didik.

Kurikulum darurat adalah salah satu pilihan yang bisa diambil satuan pendidikan yang melakukan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Kurikulum darurat diciptakan untuk penyederhanaan kompetensi dasar selama pembelajaran jarak jauh. Penyederhanaan ini akan mengurangi kompetensi dasar untuk setiap mata pelajaran. Sehingga, peserta didik akan fokus kepada kompetensi yang esensial dan kompetensi yang menjadi prasyarat untuk kelanjutan pembelajaran ke tingkat selanjutnya.

Kurikulum darurat dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk penyesuaian kebijakan pembelajaran di masa pandemi Covid-19. Dalam hal ini, ada 2 hal yang akan dilakukan pemerintah, yaitu perluasan pembelajaran tatap muka untuk zona kuning dan menerapkan kurikulum darurat (dalam kondisi khusus). Pelaksanaan kurikulum berlaku sampai akhir tahun ajaran, meski kondisi khusus atau pandemi sudah berakhir. Meski demikian, kurikulum darurat tidak wajib pilih. Ada tiga opsi yang bisa dipilih sekolah, yaitu:

  1. Tetap mengacu pada Kurikulum Nasional
  2. Menggunakan kurikulum darurat; atau
  3. Melakukan penyederhanaan kurikulum secara mandiri.

Kurikulum darurat disiapkan untuk jenjang PAUD, SD, SMP, SMA, SMK. Modul belajar PAUD dijalankan dengan prinsip "Bermain adalah Belajar". Proses pembelajaran terjadi saat anak bermain serta melakukan kegiatan sehari-hari. Sementara untuk jenjang pendidikan SD, modul belajar mencakup rencana pembelajaran yang mudah dilakukan secara mandiri oleh pendamping baik orangtua maupun wali.

Pemerintah juga memberikan relaksasi peraturan untuk guru dalam mendukung kesuksesan pembelajaran di masa pandemi Covid-19. Guru tidak lagi harus memenuhi beban kerja 24 jam tatap muka dalam satu minggu sehingga guru dapat fokus memberikan pelajaran interaktif kepada siswa tanpa perlu mengejar pemenuhan jam. Mendikbud berharap adanya kerjasama dengan semua pihak, baik guru, sekolah ataupun orangtua. Orangtua juga diharapkan aktif berpartisipasidalam kegiatan proses belajar mengajar di rumah. Guru diharapkan dapat terus meningkatkan kapasitas untuk melakukan pembelajaran interaktif, dan sekolah dapat memfasilitasi kegiatan belajar mengajar dengan metode paling tepat. Berikut dampak yang akan ditimbulkan dari pelaksanaan kurikulum darurat:

  1. Tersedia acuan kurikulum yang sederhana bagi guru. 
  2. Beban mengajar guru berkurang. 
  3. Guru dapat fokus pada pendidikan dan pembelajaran yang esensial dan kontekstual.
  4. Siswa tidak dibebani tuntutan menuntaskan seluruh capaian kurikulum dan dapat berfokus pada pendidikan dan pembelajaran yang esensial dan kontekstual. 
  5. Orang tua lebih mudah mendampingi anaknya belajar di rumah
  6. Kesejahteraan psikososial siswa, guru, dan orang tua meningkat.

Dengan adanya kurikulum darurat, Kemendikbud berharap dapat mempermudah proses pembelajaran di masa pandemi. Meski demikian, tak ada kewajiban bagi sekolah untuk menerapkan kurikulum darurat. Kurikulum darurat berlaku bagi sekolah yang membutuhkan metode pembelajaran yang lebih sederhana dari Kurikulum 2013.  Dampak bagi guru: Tersedianya acuan kurikulum yang sederhana. Berkurangnya beban mengajar. Guru dapat berfokus pada pendidikan dan pembelajaran esensial dan kontekstual. Kesejahteraan psikososial guru meningkat. Dampak bagi siswa: Siswa tidak dibebani tuntutan menuntaskan seluruh capaian kurikulum dan dapat berfokus pada pendidikan dan pembelajaran yang esensial dan kontekstual. Kesejahteraan psikososial siswa meningkat. Dampak bagi orangtua: Mempermudah pendampingan pembelajaran di rumah. Kesejahteraan psikososial orangtua meningkat. Mendikbud berharap, kurikulum darurat dapat memudahkan proses pembelajaran di masa pandemi.

Kritik atas Kurikulum Darurat

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Nadia Fairuza meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan gencar mensosialisasikan kurikulum darurat. Sosialisasi masif diperlukan guna menghindari kebingungan di kalangan guru dan siswa. Penyederhanaan kurikulum akan menjadi percuma apabila maksud dan tujuan tak tersampaikan dengan baik ke guru ataupun siswa.

Menurut Nadia, niat menjadikan kurikulum darurat sebagai alternatif juga belum tentu bisa dipahami sekolah dan guru apabila tidak tersampaikan dengan benar. Kurikulum ini justru bisa berpotensi membingungkan sekolah dan guru.Adapun sosialisasi ke daerah yang minim infrastruktur telekomunikasi yang memadai menjadi tantangan bagi pemerintah. Selain itu, perlu juga adanya komunikasi antara pemerintah dan sekolah untuk melakukan evaluasi dalam pelaksanaan kurikulum darurat tersebut.

Lalu, perlu juga dilakukan imbauan kepada guru agar bisa secara aktif mengimplementasikan, sekaligus memberikan masukan terhadap kurikulum darurat. Meski dalam konteks pandemi, kegiatan belajar mengajar harus dilaksanakan dengan sebaik mungkin.

Pandangan saya melalui observasi terhadap sedikit bentuk pelaksanaan dan perangkat dari kurikulum darurat ini bahwa dari bentuk dokumennya memang isi dari RPP benar-benar ringkas hanya memasukkan hal-hal, materi yang esensial saja. Guru menuturkan bahwa setiap kebijakan pasti menemui hal yang positif dan negatif. Dengan adanya kebijakan ini kita sebagai guru dan pegawai negeri sipil berusaha memberikan yang terbaik sesuai dengan kondisi yang ada dilapangan.

Referensi:

1.     https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2020/08/kemendikbud-terbitkan-kurikulum-darurat-pada-satuan-pendidikan-dalam-kondisi-khusus

2.      https://www.wartaekonomi.co.id/read299060/apa-itu-kurikulum-darurat?page=all

3.      https://www.kompas.com/tren/read/2020/08/27/094000765/kemendikbud-terbitkan-kurikulum-darurat-ini-link-untuk-mengaksesnya?page=all

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Laporan Hasil Bacaan, Senin, 19 Juli 2021

  Laporan Hasil Bacaan, Senin, 19 Juli 2021 Bismillahirrahmanirrahim Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Halo teman-teman Pe...