Pendidikan merupakan
sebuah proses membentuk manusia yang tidak hanya cerdas secara intelektual,
mampu berpikir secara saintifik dan filosofis tetapi mampu mengembangkan
potensi spiritualnya. Pendidikan seharusnya bukan semata-mata hanya
mengajarakan Ilmu Pengetahuan dan Keterampilan namun juga mampu mengembangkan
niai-nilai relegius pada peserta didik sehingga terus menerus dapat melakukan
pencerahan di dalam qalbunya.
Maka dari itu tujuan
pendidikan adalah membentuk karakter agar menjadi manusia yang bertaqwa kepada
Allah, menjadi individu-individu yang muttaqin
dalam rangka melaksanakan tugas dari Allah swt menjadi khalifah di muka bumi
sehingga mampu mengemban amanah ibadah dan dakwah dengan sebaik-baiknya.
Sekolah
sebagai salah satu institusi pendidikan, memegang peranan penting dalam
mengembangkan kecerdasan intelektual tersebut, kurikulum sebagai perangkat
pengajaran sangat memfokuskan pada peningkatan kecerdasan ini. Kecerdasan lain
seperti kecerdasan emosi (EQ), kecerdasan spiritual (SQ) kurang diperhatikan
bahkan hanya sebagai pelengkap. Sebagai contoh, di sekolah umum pelajaran matematika,
fisika, kimia, biologi, dan bahasa Inggris diberikan 4 – 5 kali jam pelajaran
dalam seminggu sedangkan pelajaran agama, moral hanya 2 jam.
Namun,
ketika seseorang dengan kemampuan IQ adan EQ yang cemerlang berhasil meraih
kesuksesan, seringkali ia merasa kosong dan hampa dalam batin (hati). Hal ini
terjadi karena tidak adanya spirit dari dalam diri yang memperkuat vitalitas
hidup dan ini bisa membuat seseorang terjerumus pada hal-hal yang negatif. Di
sinilah perlunya kecerdasan spiritual (SQ).
Pendidikan
yang semata-mata hanya menekankan pada otak, dengan sendirinya menjadi bumerang
bagi kita : siswa,orang tua, pendidik dan masyarakat, Bukan hal yang baru lagi
ketika kita mendengar bunuh diri, perkelahian pelajar, kekerasan, bahkan
pembunuhan yang dilakukan oleh anak-anak, remaja. Ini terjadi karena kita melewatkan
sisi moral dalam kehidupan anak-anak didik kita. Pelajaran moral dikesampingkan,
hanya sebatas hafalan, teori, tidak memberikan dampak kebajikan moral.
Manullang
(2013) mengatakan bahwa “the end of
education is character”, jadi seluruh aktivitas pendidikan semestinya
bermuara kepada pembentukaan karakter. Kegiatan intra dan ekstra kurikuler
sebagai inti dari pendidikan di sekolah harus dilakukan daam konteks
pengembangan karakter. Karakter generasi yang menunjukkkan sosok kepribadian
yang utuh dan orisinil, apa yang dipikirkan harus sesuai dengan apa yang
diucapkan dan apa yang di perbuat.
Pendidikan
berbasis IESQ dirasa tepat dalam membentuk generasi muda Indonesia dimana
Kecerdasan Intelektual (IQ), merujuk pada kecepatan dan ketepatan aktivitas kognitif
dalam memahami, menyelesaikan berbagai masalah, tantangan, dan tugas-tugas.
Cerdas secara intelektual berarti cepat dan tepat melakukan aktivitas mental,
berpikir nalar, dan pemecahan masalah. Sedangkan Kecerdasan Emosional (EQ)
merujuk pada potensi kemampuan personal meliputi kecepatan dalam memahami emosi
diri sendiri, mengelola suasana hati dan memotivasi diri sendiri. Kemudian
kemampuan interpersonal meliputi kemampuan dalam memahami perasaan orang lain
(empati), kemampuan menyesuaikan diri, disukai banyak orang, kemampuan
memecahkan masalah antar pribadi, keramahan, ksetiakawanan, dan sikap hormat.
Kecerdasan Spiritual (SQ) merujuk pada sifat-sifat mullia dan nilai-nilai
kemanusiaan, kecerdasan yang berhubungan dengan masalah makna dan nilai.
Kecerdasan Spiritual merupakan pondasi yang diperlukan untuk memfungsikan IQ
dan EQ secara efektif. Landasan utama dari suatu konsep pemahaman adalah IQ,
sedangkan landasan untuk menerapkan konsep dalam bentuk perbuatan adalah IEQ;
dan IESQ merupakan landasan pokok dari pembentukan karakter. Pengembangan IESQ
scara komprehensif merupakan prasyarat untuk membangun pola pikir esensial,
sikap positif, dan komitmen normatif serta kompetensi abilitas.
Penulis: Anis Hasanah (Mahasiswa IAIN Pontianak Jurusan
Pendidikan Agama Islam Semester 1)
Diksinya sangat komunikatif....
BalasHapus